Pangkalan Data Paleotsunami Indonesia

Aktivitas tektonik Indonesia merupakan salah satu yang paling aktif di dunia. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia rawan bencana gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Tsunami adalah gelombang laut besar yang terbentuk melalui beberapa proses seperti gempa bumi di bawah laut, longsor bawah laut, aktivitas gunung berapi, dan tumbukan asteroid. Indonesia telah mengalami berbagai kejadian tsunami. Namun, mekanisme dan karakter tsunami belum banyak diketahui. Mengetahui sejarah keterjadian tsunami sangat penting untuk memahami frekuensi dan intensitas tsunami saat ini.

Pangkalan data Paleotsunami Indonesia merupakan sebuah WebGIS yang menyajikan data kejadian tsunami yang pernah melanda Indonesia. WebGIS ini selain sebagai peta berbasis internet yang menampilkan data kejadian tsunami, WebGIS ini juga sebagai pangkalan data (database) yang menyimpan seluruh kejadian tsunami beserta karakteristiknya. Informasi yang ada dalam WebGIS ini adalah data kejadian tsunami dan endapan paleotsunami di Indonesia. Kehadiran media ini sebagai sarana informasi untuk keperluan penelitian paleotsunami di masa mendatang dan sebagai sarana edukasi untuk menambah kesadaran masyarakat terkait potensi tsunami di Indonesia.

Layer pada WebGIS ini terbagi menjadi 2 yaitu layer utama dan layer tambahan. Layer utama merupakan data utama kejadian tsunami meliputi layer “Seluruh Kejadian”, “Klasifikasi”, “Validitas”, “Bukti Alam”, “Status Deposit”, dan “Sebab Tsunami”. Sedangkan, layer tambahan merupakan layer yang berisikan data pendukung meliputi layer “Sumber Tsunami”, “Sesar”, layer “Subduksi” dan layer “Gunung Api Indonesia”. Data yang disajikan dapat dipilih berdasarkan layer yang tersedia. Peta hanya akan menampilkan data sesuai layer yang diaktifkan.

Data kejadian tsunami dapat diketahui melalui pangkalan data. Suatu lokasi dapat dikatakan pernah terlanda tsunami di masa lalu berdasarkan informasi yang tercantum dalam atribut pangkalan data. Validitas data menjadi parameter kejadian tsunami. Validitas dikategorikan menjadi tiga nilai yaitu baik (excellent), sedang (moderate), dan cukup (fair). Validitas data baik (excellent) berarti pada lokasi tersebut kejadian tsunami benar terjadi karena bukti jejak tsunami yang kuat dan rinci. Validitas data sedang (moderate) berarti kejadian tsunami terbukti namun informasi yang menjelaskan kejadian tidak selengkap data validitas baik. Validitas cukup (fair) berarti informasi kejadian tsunami ada namun tidak terlalu rinci dan perlu identifikasi lebih lanjut.

Fitur informasi detil karakteristik tsunami merupakan fitur akses cepat ke atribut pangkalan data tsunami. Fitur ini dapat diakses dengan cara mengklik simbol kejadian tsunami yang diinginkan untuk diketahui lebih detil karakteristiknya. Informasi detil akan muncul setelah simbol diklik. Informasi akan disajikan dalam bentuk pop-up kotak dialog berisikan atribut dari kejadian tsunami yang dipilih.

WebGIS dilengkapi dengan fitur dasbor dan fitur pelajari tsunami. Dasbor menyajikan berbagai inforgrafis data statistik dan tabel kejadian tsunami di Indonesia (gambar 4). Fitur pelajari tsunami merupakan artikel edukasi tsunami dalam tampilan website yang dapat dibaca oleh pengakses (gambar 5). Adanya fitur ini sebagai sarana penunjang untuk memudahkan pengakses WebGIS agar lebih memahami data yang disajikan

Kriteria Validasi

Validitas data dalam pangkalan data ditentukan berdasakan jumlah proksi yang digunakan dalam mengidentifikasi kejadian tsunami. Validitas Baik (Excellent) jika jumlah proksi yang diterapkan untuk identifikasi kejadian tsunami berjumlah ≥ 9 proksi. Validitas Sedang (Moderate) jika jumlah proksi yang diterapkan untuk identifikasi kejadian tsunami berjumlah 5-8 proksi. Validitas Cukup (Fair) jika jumlah proksi yang diterapkan untuk identifikasi kejadian tsunami berjumlah 1-4 proksi (Goff, 2008).

Validitas: BAIK

Kejadian tsunami di Indonesia yang memiliki validitas baik salah satunya terdapat di Pantai Barat, Teluk Semangko, Lampung. Pada daerah tersebut terdapat deposit tsunami yang disebabkan oleh erupsi Gunung Krakatau tanggal 26 Agustus 1883. Pada daerah ini validitasnya baik karena penerapan proksi sudah lebih dari 9. Proksi yang digunakan pada daerah ini adalah proksi nomor 1,2, 3,6, 12, 10, 14, 15, 18,25,28,29,30. Proksi yang digunakan beragam, baik dari perspektif geologi, arkeologi dan cerita rakyat.

Validitas: SEDANG

Contoh kejadian tsunami yang memiliki validitas sedang adalah di Meulaboh Aceh. Pada daerah tersebut berdasarkan hasil penanggalan karbon didapati umur endapan paleotsunami tahun 780-990. Proksi yang digunakan dalam identifikasi endapan didaerah ini adalah 1,3,5,8,15,17,19,30. Daerah ini sudah cukup baik karena ditemukan endapan yang dapat diidentifikasi. Namun, fitur-fitur endapan paleotsunami yang ditemukan tidak cukup banyak sehingga proksi yang diterapkan masih terbatas. Analisis lebih lanjut dapat dilakukan untuk menerapkan proksi lainnya agar nilai validitas data dapat semakin baik.

Validitas: CUKUP

Kejadian validitas cukup contohnya di Sindangoli, Halmahera. Tercatat terjadi tsunami pada 27 Juni 1859. Proksi yang diterapkan adalah nomor 28, dan 29. Kejadian tsunami ini berdasarkan catatan sejarah dan belum berorientasi pada identifikasi endapan paleotsunami di lapangan. Kemudian, sumber informasi yang terbatas sehingga proksi yang diterapkan baru 2 proksi. Hal ini, menyebabkan validitas data menjadi bernilai cukup. Kedepanya perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut pada daerah-daerah yang validitas data masih bernilai cukup-sedang agar kualitas data menjadi semakin baik.

Tentang Paleotsunami dan Proksi

Paleotsunami menurut Intergovernmental Oceanographic Commission (2019) adalah tsunami yang terjadi sebelum catatan sejarah atau tidak ada pengamatan tertulisnya. Secara sederhana paleotsunami dapat dikatakan sebagai tsunami yang terjadi pada masa lalu. Identifikasi Paleotsunami dapat dilakukan dengan proksi paleotsunami. Proksi paleotsunami adalah berbagai kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi endapan yang diakibatkan oleh proses tsunami (Chagué-Goff et al., 2011). Proksi paleotsunami berdasarkan Goff et al. (2011) adalah sebagai berikut:

  1. Ukuran butir yang berkisar bongkah (sekitar 750 m3 atau lebih besar) sampai lempung halus. Tsunami biasanya akan membawa material beragam ukuran yang bergantung pada sumber sedimen yang tersedia.
  2. Sedimen dengan karakteristik umumnya halus ke dalam dan ke atas di dalam endapan. Endapan umumnya naik di ketinggian daratan dan dapat meluas hingga beberapa kilometer ke pedalaman dan puluhan atau ratusan kilometer di sepanjang pantai.
  3. Unit sedimen yang berbeda/kontras dengan lapisan lainnya akibat ada gelombang yang berbeda dan/atau mungkin ada sub-unit berlaminasi.
  4. Sub-unit bawah dan atas yang berbeda yang mencirikan runup dan backwash akibat tsunami.
  5. Kontak dengan lapisan dibawahnya biasanya tidak selaras atau erosional.
  6. Dapat berisi intraklas (rip-up clast) dari material yang mengalami reworked.
  7. Struktur pembebanan di dasar endapan dan dapat dikaitkan dengan fitur likuifaksi di permukaan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi yang mengguncang tanah.
  8. Fitur skala mikro seperti mikro rip-up clast, lapisan tipis skala milimeter, sisa material organik, lapisan menghalus ke atas dan kontak erosi yang mungkin terlihat di sayatan tipis tetapi tidak di terlihat di skala stratigrafi lapangan.
  9. Pengukuran suseptibilitas magnetik anisotropi (AMS) dikombinasikan dengan analisis ukuran butir memberikan informasi tentang kondisi hidrodinamik ‘khas’ selama pengendapan tsunami. Penting jika tidak ada struktur sedimen yang terlihat. Sifat magnetik mineral (termasuk kerentanan magnetis) memberikan informasi tentang lingkungan pengendapan.
  10. Laminasi mineral berat dekat dengan bagian bawah unit / sub-unit tetapi tidak sering muncul dan bergantung pada sumber material tsunami. Komposisi dan distribusi vertikal kumpulan mineral berat dapat berubah dari bagian bawah ke atas endapan misalnya, ditemukan lebih banyak mineral mika di bagian atas.
  11. Peningkatan konsentrasi unsur natrium, belerang, klorin (indikator paleosalinitas, termasuk rasio elemen), kalsium, stronsium, magnesium (terkait dengan kandungan cangkang atau terumbu karang), titanium, zirconium (terkait dengan lamina mineral berat jika ada) terjadi pada endapan tsunami relatif terhadap sedimen di bawah dan di atasnya.
  12. Kemungkinan kontaminasi oleh logam berat dan metaloid.
  13. Bukti geokimia (kandungan air asin) dan temuan mikrofosil yang meluas lebih jauh ke daratan daripada batas maksimum seharusnya ditemukan di darat.
  14. Cangkang organisme laut dan lapisan kaya cangkang. Karakteristik cangkang yang beragam usia menunjukkan adanya reworked akibat energi gelombang besar seperti tsunami.
  15. Cangkang, kayu, dan beragam material yang hancur sering ditemukan “tersisip” dekat atau pada lapisan atas dugaan endapan paleotsunami.
  16. Dapat berasosiasi dengan sisa tanaman vaskular yang terkubur dan / atau tanah yang terkubur dan / atau sisa tulang (bukan tulang manusia).
  17. Umumnya berasosiasi dengan adanya peningkatan kemunculan diatom yang hidup di lingkungan laut – air payau.
  18. Ditemukan kumpulan cangkang foraminifera (bisa juga fosil makhluk laut lainnya) yang jumlahnya meningkat namun dalam keadaan cangkang yang rusak.
  19. Konsentrasi pollen darat umumnya menurun pada deposit dan/atau terjadi peningkatan konsentrasi pollen pantai. Perbedaan kandungan pollen pada bagian atas dan bawah deposit menandakan perubahan lingkungan, yang diduga disebabkan tsunami.
  20. Adanya situs arkeologi yang menindih atau ditindih oleh lapisan sedimen.
  21. Terdapat kumpulan benda arkeologi (archeological middens), namun tidak ada perubahan spesies hewan laut/tidak adanya spesies yang menunjukkan perubahan mendadak pada kondisi lingkungan purba darat dan dekat pantai.
  22. Situs arkeologi berupa bangunan yang nampak mengalami kerusakan akibat gelombang air.
  23. Situs arkeologi yang terendapkan kembali (terkubur) di lokasi yang tidak seharusnya.
  24. Replikasi, lapisan peninggalan arkeologi pesisir dan tumpukan cangkang yang terpisahkan atau mengalami reworked sebagai ciri terjadinya ada bekas inundasi.
  25. Cerita rakyat setempat tentang kejadian tsunami.
  26. Akuisisi Paleogeomorfologi.
  27. Paleogeomorfologi pada saat inundasi menunjukkan kemungkinan kecil terjadinya genangan badai.
  28. Pengetahuan tsunamigenik lokal atau regional yang diketahui dan dapat dibuktikan atau diidentifikasi.
  29. Pengetahuan lokal dan regional tentang lingkungan purba dapat menjadi informasi badai purba. Jika lingkungan purba tidak mendukung untuk terbentuk badai purba maka adanya lapisan sedimen yang unik berpotensi akibat tsunami.
  30. Kesamaan endapan pesisir serupa ditemukan secara regional yang mengindikasikan inundasi regional.

Referensi:

  • Chagué-Goff, C., Schneider, J. L., Goff, J. R., Dominey-Howes, D., & Strotz, L. (2011). Expanding the proxy toolkit to help identify past events – Lessons from the 2004 Indian Ocean Tsunami and the 2009 South Pacific Tsunami. Earth-Science Reviews, 107(1–2), 107–122. https://doi.org/10.1016/j.earscirev.2011.03.007
  • Goff, James, Chagué-Goff, C., Nichol, S., Jaffe, B., & Dominey-Howes, D. (2011). Progress in palaeotsunami research. Sedimentary Geology, 243–244(2012), 70–88. https://doi.org/10.1016/j.sedgeo.2011.11.002
  • Intergovernmental Oceanographic Commission. (2019). Tsunami Glosary. UNESCO.

Ihda Ibtihaj, Mahasiswa Program Studi Geologi Universitas Indonesia, angkatan 2017. Memiliki minat kepada pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG (Sistem Informasi Geografis) dalam bidang geologi, kebencanaan geologi dan petrologi.

Latar Belakang

Indonesia telah dilandai berbagai rangkaian peristiwa tsunami yang telah menimbulkan banyak korban jiwa, baik yang disebabkan oleh gempa bumi bawah laut maupun letusan gunung api bawah laut. Kebanyakan kejadian tsunami yang pernah melanda Indonesia mekanisme dan karakter tsunami tidak diketahui dengan baik. Informasi dan data sejarah kejadian tsunami di suatu daerah dapat menjadi acuan untuk memahami frekuensi dan intensitas bencana tsunami di masa sekarang. Berangkat dari kondisi tersebut yang menjadi latar belakang pembuatan WebGIS Pangkalan Data Paleotsunami Indonesia. Pembuatan pangkalan data sejarah kejadian tsunami di Indonesia sebagai upaya untuk pengurangan risiko bencana tsunami.

Pembuatan WebGIS Pangkalan Data Paleotsunami Indonesia merupakan sebuah inovasi yang dilakukan oleh Geosains Universitas Indonesia. Penelitian dalam pengembangan WebGIS merupakan bagian dari Hibah Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT) Kementerian Riset dan Teknologi tahun 2020. Tim dalam penelitian ini terdiri dari dosen dan mahasiswa. Tim dosen yaitu: Dr. Eng. Supriyanto, M.Sc, Gamma Abdul Jabbar M.Sc, M. Rizqy Septyandy, M.T, dan Tri Rani Puji Astuti, M.Eng. Tim mahasiswa yaitu: Ihda Ibtihaj, Rasis Abi Tiyana, M. Arif Rahman, Raihan Fathoni dan Shafira Selinzaskia Anwar dari program studi geologi.